Warisan Arung Palakka (Leonard Y. Andaya)
Resensi
buku : Warisan Arung Palakka: Sejarah Sulawesi Selatan Abad ke-17
;Leonard
Y. Andaya
Penerbit
ININNAWA
259
halaman
Tahun
2004
(oleh: Ibnu khair)
Sejarah
Sulawesi Selatan pada abad ke-17 menampilkan sosok Arung Palakka sebagai
seorang tokoh yang menjadi salah satu penguasa terhebat dalam kerajaan Gowa dan
banyak kerajaan di sekitarnya, dalam perkembangannya dewasa kini, Arung Palakka
masih menjadi sebuah konstroversi bagi Sejarah Indonesia, khusunya pada
Sulawesi Selatan, tentang sosoknya sebagai seorang Pahlawan Nasional, masih
terus-menerus dipertanyakan. Bagi orang-orang yang belum mengkaji lebih
hati-hati perihal pensejarahan Sulawesi Selatan abad-17 dalam berbagai macam sumber
dan literatur, tentunya masih akan menempatkan Arung Palakka sebagai seorang
yang memihak kepada Kolonialisme atau VOC pada masa lalu, melalui
sentimen-sentimen kedaerahan yang dapat muncul kapan saja, tanpa tahu
memberikan batasan .
Buku
Warisan Arung Palakka , muncul sebagai media yang sangat tepat dalam meluruskan
kesalahpahaman masa silam, tersusun dalam berbagai sudut pandang pustaka, baik
itu yang lokal maupun berasal dari arsip VOC, kesemuanya dapat memadu menjadi
sebuah karya yang mampu merekonstruksi secara bijak jalannya sejarah pada masa
kejayaan Sulawesi Selatan abad-17, melalui kehandalan otak Loenard Y. Andaya
seorang peneliti sekali guru besar dari University of Auckland pada bidang
Sejarah Asia Tenggara. Namun kembali kepada hakikat Manusia yang tiada
sedikitpun mendekati ‘kesempurnaan’, begitupun dalam Buku ini setelah
diterjemahkan oleh pemikiran kritis Nurhady Sirimorok, beliau menyadari betul
bahwa hasil terjemahannya tidak serta-merta akan serasi benar terhadap Karya Asli buku ini dengan judul “The
Heritage of Arung Palakka: A History of South Sulawesi (Celebes) in the
Seventeenth Century”.
“Arung
Palakka dan orang Bugis telah bersekutu dengan Kompeni untuk melawan ‘sesama
orang Indonesia’, dan oleh karena itu dianggap sebagai pengkhianatan
oleh Republik Indonesia yang baru berdiri itu”. (hal.2)
Keresahan
Andaya di atas dapat menggambarkan betapa sekarang selepas masa Revolusi, menurut
penulis rakyat Indonesia secara umum mulai men-streotipkan Arung Palakka
sebagai seorang pembelot Nasionalisme, akibat pandangan kabur masyarakat
terhadap Sejarah tanpa memahaminya secara utuh. Setelah menempuh penelitian
penuh liku dan lama, buku ini hadir begitu sigap, dengan harapan menjelaskan
yang kabur, menjernihkan yang buram.
Ditinjau
pada bagian awal Buku tersebut, bahwasanya menurut interpretasi saya sebagai
seorang pengampu pendidikan strata satu, pada Departemen Ilmu Sejarah,
Universitas Hasanuddin. Seorang Andaya memiliki visi yang sangat mulia dalam
usaha mengharmoniskan skenario Sejarah Sulawesi Selatan pada masa lalu terhadap
dampaknya pada masa modern saat ini namun nuansa kedaerahan kian mengental. Membawa
jauh para pembaca kembali kepada asal mula, kepada mitos-mitos kepercayaan
masyarakat Sulawesi Selatan kuno, bagaimana dia menceritakan secara luwes
tentang terciptanya suata peradaban yang berasal dari kebiasan-kebiasan
tradisional, yaitu kepercayaan terhadap hal-hal mistis, sebelum munculnya sosok Legendaris
Tumanurung, dengan sistem kepercayaan terhadap, Gaukeng atau Gaukang merupakan
masa di mana masyarakat Sulawesi Selatan memasuki fase Dinamisme, kepercayaan bahwa para dewa berada di mana-mana pada
setiap benda fisik.
Sampai
kepada masa-masa suram, fase saat masyarakat Sulawesi Selatan dalam segala
sistem mengalami yang namanya kekacaubalauan, istilah pada saat itu ‘Sianre Bale’, orang-orang diibaratkan
sebagai seekor ikan pada kedalaman Samudera, saling memangsa satu sama lain,
yang kecil harus pasrah terhadap keganasan yang lebih besar, yang lemah harus
melapangkan dada terhadap kekuasaan si kuat.
Selanjutnya pada masa datangnya Tumanurung dari dunia
atas, melalui keputusan ‘Patotoe’
dewa langit bersama para dewa-dewa lainnya, masa inilah menjadi titik balik
dari kebangkitan peradaban Sulawesi Selatan. Kesemuanya akan sangat gamblang
terdapat pada bagian awal buku Warisan Arung Palakka, dan menurut saya akan
sangat bermanfaat bagi kepustakaan Sejarah di masa depan. Lain lagi perihal munculnya
pengaruh Islam atau Islamisasi terhadap orientasi Politik Sulawesi Selatan
terhadap dunia luar, dijabarkan dengat teramat struktural oleh Andaya. Bukan
hanya sebatas itu, buku ini pun diperkaya dengan aktivitas penduduk masyarakat
Sulawesi Selatan pada masa yang sama paruh kedua abad-17, yaitu terjadinya
proses imigrasi besar-besaran terhadap pengaruhnya kepada politik dan demografi
Nusantara.
Hal
menarik lainnya dari buku ini juga terdapat pada bab tentang Perang Makassar,
Andaya menjelaskannya secara naratif sangat lugas, mampu mebawa siapun yang
membacanya bakalan ikut terbawa pada suasana perang, ketika Arung Palakka
dengan gagah berani memimpin ekspedisi pasukan Bone menuju ke medan perang
dengan prinsip siri’ dan pesse atau pacce’ melekat erat pada getar urat nadi perjuangannya. Jika
menyetarakan dengan konteks awal pergerakan Nasional Nusantara abad ke-19,
konsep yang seyogyanya Arung Palakka cita-citakan ialah Nasionalisme, meskipun
hanya pada tataran Regional. Tersirat
samar-samar pada akhir buku Warisan Palakka,di mana penghabisan abad ke-17,
Sulawesi Selatan mampu berdiri di bawah pondasi yang sama .

Komentar